TERHITUNG sejak 1
Januari 2010, Indonesia mau tidak mau harus membuka pasar dalam negeri secara
bebas kepada negara-negara ASEAN dan China. Pembukaan pasar bebas ini merupakan
wujud konkret implementasi perjanjian perdagangan bebas antara enam negara
anggota ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Brunei
Darussalam) dengan China, yang kemudian familiar dengan sebutan ASEAN-CHINA
Free Trade Agreement (ACFTA). Perjanjian ini sebenarnya telah dirumuskan pada
tahun 2002. Pertanyaannya, apakah perjanjian pasar bebas ini akan membawa
berkah berupa kesejahteraan bagi Indonesia atau musibah berupa tersingkirnya
Indonesia di tengah persaingan ganas perdagangan bebas? Pertanyaan ini penting
dijawab secara ilmiah dan utuh mengingat pro kontra seputar ACFTA yang tak
kunjung usai.
Harus diakui setiap kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah selalu bermata dua; manfaat dan mudharat. Realitas ini seolah
menjadi hukum tuhan yang mesti disikapi secara arif dan bijaksana. Begitupun demikian
dengan kebijakan perdagangan bebas ini. Bagi kalangan yang pro mengatakan bahwa
ACFTA menjadi intrumen yang paling efektif bagi Indonesia untuk memasarkan
produk-produk unggulan dalam negeri tanpa adanya hambatan yang berarti.
Singkatnya, ACFTA tidak harus dimaknai sebagai ancaman serbuan produk China ke
Indonesia, akan tetapi bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan
ekspor ke negara-negara ASEAN dan China sekaligus. Namun Ketertarikan ASEAN
mengikutsertakan China menjadi partner dagang dalam ACFTA karena China memiliki
potensi pasar yang bagus. Seperti yang kita ketahui China merupakan negara
berkembang di Asia yang perkembangan ekonominya cukup pesat dan mampu
mempertahankan pertumbuhan yang tinggi dibanding negara-negara lainnya,
sehingga posisi Cina saat ini cukup penting dalam perekonomian global. China
yang memiliki penduduk yang begitu besar yaitu 1,4 miliar yang merupakan pasar
yang cukup besar dan potensial sehingga akan saling menguntungkan apabila dapat
dijalin kerjasama diberbagai sektor ekonomi, karena disamping memiliki
kemampuan investasi yang tinggi, Cina juga membutuhkan bahan baku dan barang
modal untuk menggerakkan sektor industrinya. Dengan diberlakukannya pasar bebas
tersebut, akan membuat produk-produk impor dari ASEAN dan China menjadi lebih
mudah masuk ke pasar domestik. Selain itu harga produk tersebut juga menjadi
lebih murah, disebabkan adanya pengurangan atau penghapusan tarif bea masuk.
Bagi Negara Republik
Indonesia, perdagangan bebas ASEAN dengan China ini memberikan dampak positif
dan negatif terhadap perekonomian. Dampak Positifnya adalah terbukanya
peluang Indonesia untuk meningkatkan perekonomiannya melalui pemanfaatan
peluang pasar yang ada, dimana produk-produk dari Indonesia dapat dipasarkan
secara lebih luas ke negara-negara ASEAN dan China. China yang memiliki wilayah
yang luas, jumlah penduduk yang banyak, serta pertumbuhan ekonomi yang pesat
menjadi pasar yang potensial untuk mengekspor produk-produk unggulan dari
Indonesia ke negara tersebut. Dengan mengalirnya produk-produk Indonesia ke
negara luar, maka kegiatan industri di Indonesia menjadi meningkat, sehingga
dapat meningkatkan pendapatan negara Indonesia. Sebaliknya Dampak Negatif adalah perekonomian
China yang begitu kuat terfokus pada ekspor menjadi tantangan bagi Indonesia.
Ditambah lagi Pemerintah China yang mendukung penuh perdagangan masyarakatnya
telah mampu untuk menghasilkan produk yang berkualitas, produk yang bervariasi,
teknologi yang maju serta harga yang relatif murah.
Dalam perdagangan bebas
antara Indonesia dengan China ini, masyarakat memandang ACFTA sebagai ancaman,
karena berpotensi membangkrutkan banyak perusahaan dalam negeri. Perusahaan yang
diperkirakan akan mengalami kebangkrutan tersebut adalah tekstil, mainan
anak-anak, furniture, keramik dan elektronik. Bangkrutnya perusahan tersebut
disebabkan karena ketidaksiapan para pelaku bisnis Indonesia, terutama bisnis
menengah dan kecil dalam bersaing. Pemikiran tersebut didasarkan pada kondisi
yang terjadi saat ini, dimana berbagai produk dari China telah membanjiri pasar
Indonesia. Produk dari China yang masuk ke Indonesia sangat bervariasi dan
memiliki harga yang relatif murah. Sebagai contoh, batik yang merupakan simbol
budaya Indonesia telah dibuat pula oleh Cina. Dimana batik made in China
tersebut telah tersebar di pasar-pasar tradisional atau pusat perbelanjaan
grosir. Batik ini laku di pasaran karena harganya yang begitu murah dibandingkan
batik asli Indonesia dan juga batik ini hampir mirip dengan batik buatan
Indonesia. Begitu pula yang terjadi pada produsen meubel Indonesia yang harus
bersaing ketat dengan produk meubel dari China. Dimana meubel China berbentuk
minimalis yang begitu diminati oleh masyarakat domestik. Ditambah lagi belum
ada SNI (Standar Nasional Indonesia) bagi meubel Indonesia sehingga meubel dari
China tersebut dapat tersebar bebas di Indonesia dan lebih laku.
Berbagai permasalahan
yang terjadi dengan masuknya produk dari China ke Indonesia menggambarkan pengaruh negatif dari ACFTA terhadap industri
dan juga kesehatan masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu masyarakat dan para
pengusaha industri tidak setuju atas pelaksanaan ACFTA karena merugikan mereka.
Sementara itu pemerintah Republik Indonesia sampai saat ini masih tetap
menjalankan ACFTA, karena dianggap akan dapat meningkatkan daya saing Indonesia
terhadap barang-barang dari China tersebut.
- · Pendapat saya tentang persaingan perdagangan Indonesia dan China pada 2014
Perekonomian indonesia
akan lebih menurun dan jelas akan merugikan indonesia dikarenakan dengan
masuknya barang-barang dari china yang secara kualitas memang tidak kalah jauh
namun strategi dalam pemasaran negara china memang memiliki strategi yang baik
dibantu dengan pemerintahnya yang sangat mendukung, sebaliknya di Indonesia pemerintah
seharusnya mendukung gerakan “cintailah produk dalam negri” karena nyatanya
jaman sekarang banyak yang masih belum memiliki kesadaran untuk memakai slogan
tersebut.
- · Sikap mengenai Persaingan Perdagangam Bebas dengan China
Harus
lebih mencintai produk lokal karena memang sebagai warga negara yang baik kita
harus mendahulukan keuntungan untuk negara kita terlebih dahulu. Karena produk
dari china kadang banyak mengandung zat-zat yang bisa merusak tubuh dalam
barang makanan, minuman dan mainan. Dan juga pemerintah Indonesia serta para
pelaku bisnis dari indonesia harus memiliki strategi yang baik dan efisien
dalam memasarkan barang agar masih bisa dijadikan sebagai mayoritas dikalangan
perekonomian di negara kita. Dan untuk pemerintah ada lagi tugas yaitu Cara
defensif untuk menyeleksi barang-barang yang akan di impor dari china dilakukan
dengan membuat standar yang makin ketat bagi masuknya produk China. Cara
ofensif dilakukan dengan melindungi industri dalam negeri melalui sejumlah
insentif dan menghilangkan aturan-aturan yang menghambat industri.
- · Antisipasi Terhadap Perdagangan Bebas dengan China
1)
Pemerintah sepatutnya melakukan langkah
antisipatif untuk memberikan kesempatan industri lokal berkembang, peningkatan
kapasitas terpasang di seluruh cabang industri manufaktur, deregulasi
perizinan, perbaikan infrastruktur listrik, jalan, dan pelabuhan, serta akses
intermediasi perbankan yang menarik bagi investor dan peduli terhadap Market
Domestic Obligation (MDO).
2)
UKM (usaha kecil menengah) perlu
ditingkatkan guna memajukan daya saing produk yang semakin ketat. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara memberikan keringanan terhadap para wirausahawan dalam
memperoleh kredit usaha.
3)
Pemerintah harus tetap konsisten dengan
kewajiban penggunaan bahan baku lokal untuk berbagai sektor infrastruktur dan
juga pemerintah harus lebih kreatif dalam merancang peraturan-peraturan
masuknya barang-barang dari luar negara indonesia agar tidak terlalu banyak
merugikan negara indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar